Minggu, 05 Februari 2012

Perjuangan Bidan Lawan Tradisi Lokal - Bidan Inspiratif



Memanggang bayi? Membayangkannya saja sudah bikin bergidik. Tetapi, itulah yang dilakukan oleh warga Desa Jenilu, Kecamatan Kakuluk Atapupu, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT). Bukan hanya bayi yang “dipanggang?, tetapi juga sang ibu. Tradisi yang dipegang erat oleh warga setempat itu bernama panggang api.
Selama 40 hari berturut-turut setelah melahirkan, sang ibu dan bayinya wajib melakoni tradisi panggang api. Mereka tidur di ranjang yang bagian bawahnya dipasangi bara api. Persis dengan proses memanggang daging atau makanan lain. Hal tersebut dilakukan selama dua sampai tiga jam. Warga setempat yakin bahwa tradisi itu bakal membuat si bayi lebih kuat. Kepulan asap yang ada membuat bayi dan ibu terus hangat.
Benarkah? Yang pasti, tradisi panggang api itu membuat ibu dan bayinya “kepanasan”. Bukan bikin kuat, si bayi justru tidak bisa beristirahat dengan tenang. Tak jarang bayi menangis karena kepulan asap yang pekat. Hal itu juga membuat sang ibu kesulitan menenangkan bayinya.
Kuatnya tradisi panggang api itulah yang harus dihadapi bidan Rosalinda Delin ketika kali pertama bertugas di Desa Jenilu pada 1999. “Awal saya berdinas, saya tidak mengira bahwa tradisi leluhur itu masih ada,” kata Rosa saat mengikuti penjurian Srikandi Award di Jakarta (19/12). Acara tersebut digagas Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Sari Husada.

Musyawarah Nasional dan Rapat Kerja Nasional Ikatan Mahasiswa Kebidanan Indonesia ( Munas Rakernas Ikamabi ) 2012


Ikatan MAhasiswa Kebidanan Indonesia (IKAMABI) adalah sebuah organisasi mahasiswa bidan eksternal yang terdiri dari beberapa wilayah di Jawa dengan sekretariat di Surabaya. Salah satu visi dan misi dari IKAMABI diwujudkan dalam suatu program kerja baru yang dibuat oleh para pengurus harian IKAMABI yaitu Munas Rakernas IKAMABI 2012.
Musyawarah Nasional dan Rapat Kerja Nasional Ikatan Mahasiswa Kebidanan Indonesia (Munas Rakernas Ikamabi) 2012 merupakan yang pertama kali diadakan.